23 Februari 2009

Pemahaman Batas Desa dalam perspektif Regulasi Nasional

Di banyak daerah di Indonesia, pemekaran wilayah terjadi. Pemekaran ini tentunya mengandung implikasi-implikasi untuk membangun wilayah baru tersebut secara optimal.
Dari berbagai agenda, ada satu isu penting yang harus dipahami yaitu tentang batas wilayah desa. Isu batas wilayah desa terkait erat dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia sejak ditetapkanya Undang-undang No. 22/1999 yang sekarang sudah diganti dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU No. 32/2004, disebutkan perlunya penetapan dan penegasan batas daerah, dalam hal ini propinsi dan kabupaten/kota. Sebagai implementasi penetapan dan penegasan batas daerah di kabupaten/kota, hal serupa juga perlu dilakukan untuk wilayah desa.

Sebagai bagian dari petunjuk teknis penetapan dan penegasan batas daerah, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia telah mengeluarkan dua Peraturan (Permendagri). Kedua aturan tersebut adalah Permendagri No. 1/2006 tentang Penegasan Batas Daerah dan Permendagri No. 27/2006 tentang Penegasan Batas Desa. Kedua permendagri tersebut tentunya harus menjadi acuan utama bagi pemerintah daerah dalam melakukan penetapan dan penegasan batas wilayah.

Istilah “penetapan” dan “penegasan” memang merupakan dua hal yang berbeda. Seperti ditegaskan dalam kedua permendagri di atas, istilah “penetapan” berarti penentuan batas di atas peta, sedangan “penegasan” adalah menentukan titik-titik batas di lapangan. Dengan kata lain, “penegasan” merupakan tahap lanjutan dari “penetapan” batas. Titik-titik yang ditentukan di atas peta merupakan hasil dari proses “penetapan”, sedangkan “penegasan” berfungsi untuk membawa (menentukan) titik-titik tersebut ke lapangan dengan tanda yang bisa diamati secara fisik. Penegasan merupakan proses steke out atas kordinat titik yang sebelumnya telah ditentukan melalui proses penetapan.

Umum dijumpai di daerah-daerah di Indonesia adanya sengketa batas wilayah antardesa. Nilai ekonomi dan posisi strategis wilayah desa seringkali menjadi pemicu sengketa tersebut. Dengan adanya permendagri ini, sengketa semacam ini seharusnya bisa dikelola dan dihindari. Penetapan dan penegasan batas desa semestinya dijadikan agenda penting oleh pemerintah daerah guna menghindari adanya potensi sengketa.

Ada beberapa hal yang patut mendapat perhatian seorang kepala desa sebagai seorang yang bertanggung jawab atas keberlangsungan administrasi pemerintahan desa. Hal pertama adalah pemahaman akan pentingnya melakukan penetapan dan penegasan batas desa. Kepentingan ini tentunya berhubungan erat dengan kejelasan kekuasaan desa yang terkait dengan luas wilayah, hak pengelolaan dan tentunya kewajiban memelihara dan menjaga wilayah tersebut.

Hal kedua adalah pemahaman akan adanya ketentuan hukum yang mengatur penetapan dan penegasan batas wilayah desa yang dalam hal ini adalah Permendagri No. 27/2006 sebagai pengejawantahan UU No. 32/2004. Peraturan ini wajib dipahami oleh seorang kepala desa dan bisa didapatkan dari sumber yang sesuai. Saat ini, dokumen semacam ini bisa diperloleh dari internet melalui website Depdagri. Sayangnya tidak semua kepala desa di Indonesia cukup beruntung bisa mengakses internet.

Pemahaman ketiga terkait dengan unsur atau kenampakan yang dijadikan penanda batas. Batas bisa ditentukan dengan unsur alam (sungai, watershed, dan danau), dan unsur buatan (jalan, rel kereta, saluran irigasi, dan pilar batas). Penggunaan unsur-unsur alam akan mengakibatkan batas menjadi dinamis akibat perubahan bentang alam tetapi umumnya mudah diidentifikasi oleh masyarakat sekitar. Perlu diperhatikan bahwa dalam Permendagri No 27/2006, penggunaan unsur alam maupun buatan harus sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu.

Hal keempat adalah pemahaman bahwa penetapan dan penegasan batas wilayah desa adalah tanggung jawab pemerintah daerah (kabupaten/kota). Camat serta kepala desa beserta tokoh masyarakat merupakan anggota tim pelaksana. Perlu adanya pemahaman yang baik akan peran dan tugas masing-masing pihak dalam penetapan dan penegasan batas wilayah desa.
Hal kelima adalah pemahaman atau setidaknya kesadaran akan adanya berbagai aspek dalam penetapan dan penegasan batas wilayah desa. Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian, terutama ketika penegasan batas adalah aspek teknis. Dalam hal ini peran serta surveyor geodesi sangat diperlukan.

Dalam penegasan batas, tujuan akhir adalah menetapkan titik batas di lapangan secara akurat dengan toleransi (simpangan baku) tertentu. Dalam hal ini sangat penting adanya pemahaman terhadap teknologi dan peralatan yang digunakan untuk mencapai ketelitian yang diharapkan. Penggunaan tenologi penentuan posisi dengan satelit atau disebut juga Global Positioning System (GPS) adalah satu yang disarankan penggunaannya.

Aspek teknis lain yang wajib mendapat perhatian adalah penggunaan peta, menyangkut jenis, dan skalanya untuk penetapan batas. Dalam konteks penegasan, peta batas wilayah desa adalah produk akhir yang dihasilkan dan harus memenuhi kaidah tertentu termasuk skala, datum geodesi, proyeksi peta, dan sistem grid. Dalam hal ini, prinsip geodesi memang harus diperhatikan seperti yang ditegaskan dalam permendagri.

Memang membicarakan batas desa perlu melibatkan banyak aspek. Satu hal yang penting dan menjadi PR kepala desa adalah bawah penetapan dan penegasan batas merupakan agenda yang harus dijadikan prioritas. Aturan hukum dan teknis juga telah disiapkan untuk pelaksanaannya. Memang harus diakui, sumberdaya manusia mungkin menjadi persoalan pemerintah daerah mengingat penetapan dan penetapan batas memerlukan keahlian teknis dan legal khusus. Meski demikian, bisa dilakukan kerjasama dengan pihak terkait seperti lembaga kajian/pendidikan dan pihak swasta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar